ads header

Wednesday, September 18, 2019

Si Imut yang Rajin Melantai

0

PRIMADONA HLSW: Paok Delima (Pitta garanatina), burung eksotis yang menjadi primadona fotografer. FOTO: EKO CAHYONO/BALIKPAPAN FRIENDS OF WILD NATURE


Tubuh kecilnya tertutup bulu berwarna-warni. Burung berstatus terancam punah ini sedang naik daun di kalangan bird watching. Paok Delima namanya. Penghuni belantara Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW).


 

BAYU Sukamto mengempaskan ransel besarnya ke sudut balai. Dengan napas terengah, pengusaha asal Jakarta itu lantas duduk sambil menyelonjorkan kaki. Dia tampak kelelahan. Bayu tidak sendiri. Dari Jakarta, dia datang ke HLSW bersama seorang temannya.

Minggu (25/08) sore pekan lalu, dia tiba di Pos Ulin HLSW. Ditemani pegiat fotografi yang berhimpun dalam Balikpapan Friends of Wild Nature (BFoWN), selama dua hari Bayu menjelajah belantara HLSW. Berbekal kamera, mereka mengeksplorasi satwa liar. Bayu tampak puas. Perjalanan melelahkan menerobos HLSW akhirnya membuahkan hasil.

“Rejekinya memang harus didapat di Camp Djamaludin,” ucap Bayu memperlihatkan Paok Delima (Pitta garanatina) -- jenis burung bertubuh kecil hasil jepretan kameranya, kepada saya.

Burung berstatus terancam punah itu sangat favorit di kalangan pecinta fotografi alam liar. Tubuh kecilnya tertutup bulu berwarna-warni. Mahkota kepalanya berwarna merah atau hitam. Bagian perut berwarna merah, dan sayap berbercak biru terang. Kebiasaan burung ini berlompatan di lantai hutan yang gelap, basah, dan sering berawa. Siulan suara burung ini panjang, menoton, dan bergetar.

“Kadang-kadang dijumpai di batang pohon yang roboh dan onggokan semak belukar,” jelas Agusdin, Vice Manager Pro Natura--pengelola HLSW.

Awalnya Agusdin sekadar memandu para fotografer alam liar. Interaksi dengan para fotografer membuat dirinya “teracuni”. Sejak dipercaya sebagai pengelola HLSW pada 2016, Pro Natura membuka akses kepada fotografer untuk mendokumentasikan satwa liar. Memang ada sisi dilematis. Publikasi dokumentasi satwa  liar bisa menggundang perburuan.

“Setelah Paok Delima terposting di media sosial, sekarang sudah ada yang menjual. Padahal suara burung ini sebenarnya membosankan,” kata Sugeng Kuswardono, fotografer senior yang berhimpun dalam BFoWN. Rocky Paolorossi, fotografer yang juga anggota BFoWN mengamini apa yang dikatakan Sugeng.

Mengapa burung jenis pitta menjadi kejaran fotografer? Ragam dan keindahan bulu burung jenis pitta menjadi alasan. Ada semacam persaingan antarfotografer untuk mendapatkan objek foto. Mereka saling berlomba memiliki koleksi foto beragam burung jenis pitta.

“Sebenarnya sekadar menambah daftar koleksi saja. Fotografer burung kalau belum memiliki koleksi yang lengkap merasa terhina,” kata Sugeng sambil melirik Agusdin dan Rocky. Kami tertawa lepas.

Bagi fotografer alam liar terkhusus bird watching, mengunggah foto di jejaring media sosial  hanya sebagai pemantik semangat. Sekaligus memanasi fotografer lain yang belum memiliki. “Hati ini rasanya panas begitu tahu fotografer lain punya koleksi baru,” sambung Sugeng tergelak.

Namun begitu, BFoWN telah bersepakat untuk tidak mempublikasikan satu jenis burung langka yang ada di HLSW. “Burung ini sangat eksotis. Bulunya  indah sekali. Jika dipublikasikan, dikhawatirkan akan mengundang perburuan,” timpal Agusdin.

Fotografer alam liar yang memiliki koleksi pitta sangat lengkap adalah Wifar. Bahkan koleksi pitta fotografer asal Malaysia itu berasal dari berbagai negara. Koleksi pitta-nya sudah level dunia.

Agusdin memiliki cerita menarik saat memandu Wifar di HLSW. Pemilik perusahaan kelapa sawit di beberapa negara itu “mengakrabi” HLSW selama seminggu. Begitu tiba di HLSW pada sore hari, dia langsung masuk ke hutan. Saat itu Agusdin tidak ikut memandu. Setelah keluar dari hutan menjelang magrib, Wifar menemui Agusdin seraya mengumpat. “Dia bilang kepada saya kalau hutannya jelek. Dia tidak melihat pitta,” cerita Agusdin.

Hari kedua setelah kembali masuk hutan, Wifar berbalik memuji HLSW sangat bagus. Kepada Agusdin, dia bercerita sudah mendengar apa yang dicarinya. Pada hari ketiga, sejak pukul 05.00 Wita Wifar sudah masuk  hutan. Tidak lama. Hanya sekira lima jam. Pukul 10.00 Wita, dia sudah keluar hutan. Menemui Agusdin sembari tertawa, Wifar langsung membuka tas dan memperlihatkan hasil jepretan kameranya.

“Siapa yang bisa melawan saya,” kata Wifar kepada Agusdin sambil memperlihatkan Paok Delima pada kameranya. Bukan hanya Paok Delima yang didapat Wifar, burung eksotis yang telah disepakati untuk tidak dipublikasikan juga ada pada kamera Wifar.

“Burung eksotis yang diproteksi itu tiba-tiba di-publish Wifar di medsos Borneo Bird Club. Wifar di-bully dan diminta menghapusnya,” ujar Agusdin.

Agusdin dan Sugeng menjelaskan, BFoWN memiliki misi memperkenalkan keanekaragaman hayati serta keindahan yang masih tersisa. Tujuan komunitas ini adalah untuk membantu mengampanyekan pelestarian lingkungan melalui foto-foto keanegaraman hayati. (*)




Author Image
AboutAdmin

Menulis untuk berbagi. Terima kasih sudah membaca

No comments: